Rabu, 19 Juni 2013

Bila Hari ‘Ied Jatuh pada Hari Jum’at


Di antara keistimewaan Idul Adha tahun ini (2012) akan bertepatan dengan hari Jum'at. Ini menunjukkan bertemunya dua hari utama, yang sama-sama hari 'ied. Banyak yang menanyakan bagaimana jika Hari Raya atau Idul Adha jatuh pada hari Jum’at, apakah shalat Jum’atnya gugur karena telah melaksanakan shalat ‘ied?
Mudah-mudahan penjelasan berikut dapat menjawab hal ini.[1]

Apabila hari raya Idul Fithri atau Idul Adha bertepatan dengan hari Jum’at, apakah shalat Jum’at menjadi gugur karena telah melaksanakan shalat ‘ied? Untuk masalah ini para ulama memiliki dua pendapat.

Pendapat Pertama: Orang yang melaksanakan shalat ‘ied tetap wajib melaksanakan shalat Jum’at.

Inilah pendapat kebanyakan pakar fikih. Akan tetapi ulama Syafi’iyah menggugurkan kewajiban ini bagi orang yang nomaden (al bawadiy). Dalil dari pendapat ini adalah:

Pertama: Keumuman firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al Jumu’ah: 9)

Kedua: Dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Jum’at. Di antara sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ تَرَكَ ثَلاَثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ

“Barangsiapa meninggalkan tiga shalat Jum’at, maka Allah akan mengunci pintu hatinya.”[2] Ancaman keras seperti ini menunjukkan bahwa shalat Jum’at itu wajib.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِىٌّ أَوْ مَرِيضٌ

“Shalat Jum’at merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim dengan berjama’ah kecuali empat golongan: [1] budak, [2] wanita, [3] anak kecil, dan [4] orang yang sakit.”[3]

Ketiga: Karena shalat Jum’at dan shalat ‘ied adalah dua shalat yang sama-sama wajib (sebagian ulama berpendapat bahwa shalat ‘ied itu wajib), maka shalat Jum’at dan shalat ‘ied tidak bisa menggugurkan satu dan lainnya sebagaimana shalat Zhuhur dan shalat ‘Ied.

Keempat: Keringanan meninggalkan shalat Jum’at bagi yang telah melaksanakan shalat ‘ied adalah khusus untuk ahlul bawadiy (orang yang nomaden seperti suku Badui). Dalilnya adalah,

قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ ثُمَّ شَهِدْتُ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ فَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، فَصَلَّى قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الْجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ الْعَوَالِى فَلْيَنْتَظِرْ ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ

“Abu ‘Ubaid berkata bahwa beliau pernah bersama ‘Utsman bin ‘Affan dan hari tersebut adalah hari Jum’at. Kemudian beliau shalat ‘ied sebelum khutbah. Lalu beliau berkhutbah dan berkata, “Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya ini adalah hari di mana terkumpul dua hari raya (dua hari ‘ied). Siapa saja dari yang nomaden (tidak menetap) ingin menunggu shalat Jum’at, maka silakan. Namun siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah kuizinkan.”[4]

Pendapat Kedua: Bagi orang yang telah menghadiri shalat 'Ied boleh tidak menghadiri shalat Jum'at. Namun imam masjid dianjurkan untuk tetap melaksanakan shalat Jum’at agar orang-orang yang punya keinginan menunaikan shalat Jum’at bisa hadir, begitu pula orang yang tidak shalat ‘ied bisa turut hadir.

Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama Hambali. Dan pendapat ini terdapat riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair. Dalil dari pendapat ini adalah:

Pertama: Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom,

أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ « مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ ».

“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua ‘ied (hari Idul Fithri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘ied dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan.”[5]

Asy Syaukani dalam As Sailul Jaror (1/304)  mengatakan bahwa hadits ini memiliki syahid (riwayat penguat). An Nawawi dalam Al Majmu’ (4/492) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen). ‘Abdul Haq Asy Syubaili dalam Al Ahkam Ash Shugro (321) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. ‘Ali Al Madini dalam Al Istidzkar (2/373) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid (antara shahih dan hasan, pen). Syaikh Al Albani dalam Al Ajwibah An Nafi’ah (49) mengatakan bahwa hadits ini shahih.[6] Intinya, hadits ini bisa digunakan sebagai hujjah atau dalil.

Kedua: Dari ‘Atho’, ia berkata, “Ibnu Az Zubair ketika hari ‘ied yang jatuh pada hari Jum’at pernah shalat ‘ied bersama kami di awal siang. Kemudian ketika tiba waktu shalat Jum’at Ibnu Az Zubair tidak keluar, beliau hanya shalat sendirian. Tatkala itu Ibnu ‘Abbas berada di Thoif. Ketika Ibnu ‘Abbas tiba, kami pun menceritakan kelakuan Ibnu Az Zubair pada Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas pun mengatakan, “Ia adalah orang yang menjalankan sunnah (ajaran Nabi) [ashobas sunnah].”[7] Jika sahabat mengatakan ashobas sunnah(menjalankan sunnah), itu berarti statusnya marfu’ yaitu menjadi perkataan Nabi.

Diceritakan pula bahwa ‘Umar bin Al Khottob melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Ibnu Az Zubair. Begitu pula Ibnu ‘Umar tidak menyalahkan perbuatan Ibnu Az Zubair. Begitu pula ‘Ali bin Abi Tholib pernah mengatakan bahwa siapa yang telah menunaikan shalat ‘ied maka ia boleh tidak menunaikan shalat Jum’at. Dan tidak diketahui ada pendapat sahabat lain yang menyelisihi pendapat mereka-mereka ini.[8]

Kesimpulan:

Boleh bagi orang yang telah mengerjakan shalat ‘ied untuk tidak menghadiri shalat Jum'at sebagaimana berbagai riwayat pendukung dari para sahabat dan tidak diketahui ada sahabat lain yang menyelisihi pendapat ini.
Pendapat kedua yang menyatakan boleh bagi orang yang telah mengerjakan shalat 'ied tidak menghadiri shalat Jum'at, ini bisa dihukumi marfu’ (perkataan Nabi) karena dikatakan “ashobas sunnah (ia telah mengikuti ajaran Nabi)”. Perkataan semacam ini dihukumi marfu’ (sama dengan perkataan Nabi), sehingga pendapat kedua dinilai lebih tepat.
Mengatakan bahwa riwayat yang menjelaskan pemberian keringanan tidak shalat jum’at adalah khusus untuk orang yang nomaden seperti orang badui (yang tidak dihukumi wajib shalat Jum’at), maka ini adalah terlalu memaksa-maksakan dalil. Lantas apa faedahnya ‘Utsman mengatakan, “Namun siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah kuizinkan”? Begitu pula Ibnu Az Zubair bukanlah orang yang nomaden, namun ia mengambil keringanan tidak shalat Jum’at, termasuk pula ‘Umar bin Khottob yang melakukan hal yang sama.
Dianjurkan bagi imam masjid agar tetap mendirikan shalat Jum’at supaya orang yang ingin menghadiri shalat Jum’at atau yang tidak shalat ‘ied bisa menghadirinya. Dalil dari hal ini adalah anjuran untuk membaca surat Al A’laa dan Al Ghosiyah jika hari ‘ied bertemu dengan hari Jum’at pada shalat ‘ied dan shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الْعِيدَيْنِ وَفِى الْجُمُعَةِ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ) قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِى يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِى الصَّلاَتَيْنِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam dua ‘ied dan dalam shalat Jum’at “sabbihisma robbikal a’la” dan “hal ataka haditsul ghosiyah”.” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.[9]

Hadits ini juga menunjukkan dianjurkannya membaca surat Al A’laa dan Al Ghosiyah ketika hari ‘ied bertetapan dengan hari Jum’at dan dibaca di masing-masing shalat (shalat ‘ied dan shalat Jum’at).

Siapa saja yang tidak menghadiri shalat Jum’at dan telah menghadiri shalat ‘ied, maka wajib baginya untuk mengerjakan shalat Zhuhur sebagaimana dijelaskan pada hadits yang sifatnya umum. Hadits tersebut menjelaskan bahwa bagi yang tidak menghadiri shalat Jum’at, maka sebagai gantinya, ia menunaikan shalat Zhuhur (4 raka’at).[10]
Semoga apa yang kami sajikan ini bermanfaat bagi kaum muslimin.  Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.



Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel http://rumaysho.com

Diselesaikan di Panggang, Gunung Kidul, 28 Dzulqo’dah 1430 H.


[1] Pembahasan kali ini kami olah dari Shahih Fiqih Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/594-596, Al Maktabah At Taufiqiyah.

[2] HR. Abu Daud no. 1052, dari Abul Ja’di Adh Dhomri. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.

[3] HR. Abu Daud no. 1067, dari Thariq bin Syihab. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[4] HR. Bukhari no. 5572.

[5] HR. Abu Daud no. 1070, Ibnu Majah no. 1310.

[6] Dinukil dari http://dorar.net

[7] HR. Abu Daud no. 1071. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[8] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/596, Al Maktabah At Taufiqiyah.

[9] HR. Muslim no. 878.

[10] Lihat Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, 8/182-183, pertanyaan kelima dari Fatwa no. 2358, Mawqi’ Al Ifta.
Share:

Sulitnya Membalas Budi Baik Orang Tua



Mampukah kita membalas budi orang tua? Terutama ibu kita yang menanggung kesulitan ketika hamil, melahirkan, menyusui hingga menyapih. Ada seorang anak yang diceritakan pernah memikul ibunya ketika thowaf keliling Ka’bah, itu pun belum bisa dikatakan membalas setarik nafas yang ia keluarkan ketika melahirkan kita. Wallahul musta’an.



Ada dua hadits yang disebutkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Adabul Mufrod pada hadits no. 10 dan 11 yang menerangkan bagaimana balas budi pada orang tua sebagaimana berikut ini.

Tidak Bisa Membalas Budi Orang Tua

Dari Abu Hurairah dari "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda,

لاَ يَجْزِى وَلَدٌ وَالِدَهُ إِلاَّ أَنْ يَجِدَهُ مَمْلُوْكًا فَيَشْتَرِيَهُ فَيُعْتِقَهُ

"Seorang anak tidak dapat membalas budi kedua orang tuanya kecuali jika dia menemukannya dalam keadaan diperbudak, lalu dia membelinya kemudian membebaskannya." (Dikeluarkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 10, shahih) Lihat Al Irwa’ (1737): [Muslim: 20, kitab Al ‘Itqu, hal 25-26]

Faedah dari hadits di atas:

1- Agungnya hak orang tua dalam Islam, sampai sulit untuk dibalas jasa-jasa mereka.

2- Jika orang tua adalah seorang budak (hamba sahaya), maka seorang anak wajib membeli orang tuanya lantas memerdekakannya.

3- Budak dinyatakan merdeka bisa jadi hanya dengan kepemilikan anggota kerabatnya.

4- Anak tidaklah menunaikan hak orang tua yang menjadi budak hingga ia memerdekakannya ketika telah membelinya.

Sambil Menggendong Ibu di Punggung

Dari Abi Burdah, ia melihat melihat Ibnu Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar ka'bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang itu bersenandung,

إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ -  إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ

Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh.

Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari.

ثُمَّ قَالَ : ياَ ابْنَ عُمَرَ أَتَرَانِى جَزَيْتُهَا ؟  قَالَ : لاَ وَلاَ بِزَفْرَةٍ وَاحِدَةٍ، ثُمَّ طَافَ ابْنُ عُمَرَ فَأَتَى الْمَقَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ قَالَ : يَا بْنَ أَبِى مُوْسَى إِنَّ كُلَّ رَكْعَتَيْنِ  تُكَفِّرَانِ مَا أَمَامَهُمَا

Orang itu lalu berkata, "Wahai Ibnu Umar apakah aku telah membalas budi kepadanya?" Ibnu Umar menjawab, "Belum, walaupun setarik nafas yang ia keluarkan ketika melahirkan." Beliau lalu thawaf dan shalat dua raka’at pada maqam Ibrahim lalu berkata, "Wahai Ibnu Abi Musa (Abu Burdah), sesungguhnya setiap dua raka'at (pada makam Ibrahim) akan menghapuskan berbagai dosa yang diperbuat sesudahnya." (Dikeluarkan oleh Bukhari dalam Adabul Mufrod no. 11, shahih secara sanad)

Faedah dari hadits di atas:

1- Dorongan berbakti pada ibu.

2- Besarnya hak orang tua yang mesti dipenuhi oleh anak.

3- Shalat menghapuskan berbagai dosa kecil.

4- Keutamaan thowaf dan shalat di belakang maqam (bebas jejak kaki) Ibrahim.

5- Sulitnya membalas jasa orang tua walaupun dengan menggendongnya ketika thowaf, seperti itu belum bisa membalas seluruh jasa mereka.

---

Jika kita telah melihat kedua hadits di atas bahwa jasa orang tua (terutama ibu) teramat sulit itu dibalas, lantas bagaimana kita membalas jasa mereka?

Jadilah anak yang berbakti, taat pada perintah mereka selama dalam kebaikan, jadi pula anak sholih yang rajin menyertai mereka dalam do’a-do’a kita. Jika mereka telah tiada, banyak doakan mereka, jadilah anak sholih yang giat ibadah karena setiap amalan anak bermanfaat bagi orang tua yang sudah tiada, juga ikatlah hubungan baik dengan kerabat dan kolega mereka. Ibnu Umar berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam  bersabda,

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ أَنْ يَصِلَ الرَّجُلُ أَهْلَ وُدِّ أَبِيْهِ

"Sesungguhnya kebajikan terbaik adalah perbuatan seorang yang menyambung hubungan dengan kolega ayahnya." (Disebutkan dalam Adabul Mufrod no. 41, shahih)Lihat As Silsilah Ash Shahihah (3063): [Muslim: 45-Kitab Al Birr wash Shilah wal Adab, hal. 11-13]

Semoga kita jadi anak yang berbakti dan dimudahkan untuk meraih surga dengan bakti tersebut.  Wallahu waliyyut taufiq.
Share:

Selasa, 18 Juni 2013

Sebelas Karakter Ubadur-Rahman




“Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka, dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman.”

Allah menceritakan sosok hamba-hamba teladan kepada kita untuk kita tiru kebaikan mereka. Mereka itulah yang dikenal dengan Ibadur-Rahman. Allah menyebutkan sebelas ciri mereka dengan rinci di dalam Al-Qur’an. Berikut ini keterangan yang kami sarikan dari Taisir Al-Karim Ar-Rahman [cetakan Mu’assasah ar-Risalah, hal. 586-588] karya Syaikh As-Sa’di rahimahullah [Tafsir surat Al-Furqan ayat 63-77] dengan beberapa tambahan keterangan dari sumber yang lain, semoga bermanfaat.

Ciri Pertama
Rendah hati dan menyikapi kebodohan orang dengan cara yang baik

Allah berfirman (yang artinya), “Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al-Furqan : 63)

Ibadur-Rahman adalah orang-orang yang meniti kehidupan ini dengan sikap tawadhu’/ rendah hati terhadap Allah dan kepada sesama makhluk. Mereka bersikap tenang dan berwibawa. Senantiasa rendah hati kepada Allah dan bersikap santun kepada hamba-hamba-Nya. Apabila orang-orang pandir melontarkan kejahilan kepada mereka, hal itu tidak lantas membuat mereka membalas kebodohan dengan kebodohan serupa ataupun perbuatan dosa. Sikap inilah yang membuat mereka semakin terpuji, yaitu lemah lembut dan santun. Mereka mampu membalas kejelekan dengan berbuat ihsan dan kebaikan. Bahkan, mereka mau memaafkan orang yang pandir karena kejahilannya itu. Ini menunjukkan ketabahan hati mereka yang begitu mengagumkan sehingga dapat mengangkat mereka mencapai kemuliaan akhlak seperti ini.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam tafsirnya tentang ‘Orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati’, “Artinya dengan sikap tenang dan berwibawa, tanpa rasa angkuh dan sombong” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, VI/27).

Ciri Kedua
Mengerjakan shalat malam dengan ikhlas

Allah berfirman (yang artinya), “…Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka (maksudnya orang-orang yang sembahyang tahajjud di malam hari semata-mata Karena Allah).” (QS. Al-Furqan : 64)

Ibadur-Rahman adalah orang-orang yang banyak mengerjakan shalat malam dan ikhlas dalam mengerjakannya demi Tuhan mereka serta senantiasa tunduk merendahkan diri kepada-Nya. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala di dalam ayat yang lain (yang artinya), “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya (maksudnya mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam) dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezki yang Kami berikan. Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah : 16).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam tafsirnya tentang ‘orang-orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka’ “artinya (mereka mengisi waktunya) dalam rangka ketaatan dan beribadah kepada-Nya” (Tafsir Al-Qur’an Al- ‘Azhim, VI/28)

Ciri Ketiga
Berdo’a kepada Allah untuk dijauhkan dari neraka

Allah berfirman (yang artinya), “…Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal”. Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (QS. Al-Furqan : 65-66)

Ibadur-Rahman adalah orang-orang yang berdo’a kepada Allah supaya dijauhkan dari sebab-sebab yang dapat menjerumuskan ke dalam neraka. Mereka juga senantiasa memohon ampun atas dosa yang pernah mereka lakukan, karena dosa-dosa itu jika tidak ditaubati maka akan menjebloskan diri mereka ke dalam kungkungan azab. Padahal, azab neraka sangatlah menakutkan, terus menerus menyiksa sebagaimana halnya lilitan hutang yang menyiksa hati orang yang berhutang namun tidak sanggup melunasinya.

“Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman”.

Ini menunjukkan ketundukan dan perendahan hati mereka di hadapan Allah Ta’ala, dan betapa butuhnya mereka kepada pertolongan Allah. Mereka sadar, bahwa mereka tidak akan sanggup menahan pedihnya azab. Hal ini juga mengingatkan mereka akan karunia Allah atas mereka, yaitu ketika kesulitan yang sangat berat dan menggoncangkan jiwa tersebut sirna, maka hati mereka pun semakin bergembira dan berbunga-bunga apabila telah berhasil selamat dari kungkungan azab.

Ciri Keempat
Tidak berlebih-lebihan dan tidak kikir dalam membelanjakan harta

Allah berfirman (yang artinya), “…Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS. Al-Furqan : 67)

Ibadur-Rahman adalah orang yang berinfak di jalan Allah, baik infak yang [hukumnya] wajib atau sunnah. Infak yang wajib seperti : zakat, membayar kafarah, dan memberi nafkah untuk anak dan isteri. Mereka tidak melanggar batas dalam berinfak. Tidak boros, sehingga tidak melalaikan kewajiban infak yang lain. Tapi mereka juga tidak lantas menjadi bakhil atau kikir. Demikianlah infak mereka, berada di antara boros dan kikir. Mereka membelanjakan harta dalam perkara-perkara yang semestinya dengan cara yang layak, tidak mengundang bahaya untuk diri pribadi maupun orang lain, ini menunjukkan sikap adil dan seimbang yang mereka miliki.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata di dalam tafsirnya tentang ‘Orang-orang yang apabila membelanjakan harta, mereka tidak berlebih-lebihan, tidak pula kikir’ “artinya mereka tidaklah termasuk orang-orang yang suka menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang sia-sia. Mereka curahkan harta mereka menurut kebutuhan. Namun, mereka tidak lantas menjadi kikir terhadap keluarganya sampai-sampai harus mengurangi hak-hak mereka dan tidak memenuhinya. Akan tetapi mereka senantiasa berlaku adil dan memilih sikap yang terbaik, sedangkan sebaik-baik urusan ialah yang pertengahan. Tidak condong ke sana maupun ke sini” (Tafsir Al- Qur’an Al-‘Azhim, VI/29)

Beliau juga menukil perkataan Iyas bin Mu’awiyah yang mengatakan, “Segala sesuatu yang melampaui batas ketentuan Allah adalah pemborosan”. Ulama yang lain mengatakan, “Yang dimaksud dengan pemborosan yaitu membelanjakan harta dalam rangka bermaksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla” Sedangkan Hasan Al-Bashri mengatakan, “Tidak ada pemborosan dalam hal membelanjakan harta di jalan Allah” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, VI/29)

Ciri Kelima
Tidak berbuat kesyirikan

Allah berfirman (yang artinya), “…Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah…” (QS. Al-Furqan : 68).

Ibadur-Rahman adalah orang-orang yang menyembah kepada Allah saja [bertauhid], mengikhlaskan agama dan ketaatan untuk-Nya. Mereka tinggalkan segala bentuk kesyirikan dan cenderung kepada tauhid. Menghadapkan segenap jiwa dan raga mereka hanya kepada Allah serta memalingkan ketergantungan hati dari segala sesuatu selain kepada-Nya.

Imam Ahmad mengatakan, Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, Al-A’masy menceritakan kepada kami dari Syaqiq dari Abdullah yaitu Ibnu Mas’ud. Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu mengatakan, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang dosa apakah yang paling besar ? Beliau menjawab, “Engkau menjadikan sekutu untuk Allah padahal Dia lah yang menciptakanmu”. Orang itu bertanya lagi, ‘Lalu apa lagi ?’ Beliau menjawab, “Engkau membunuh anakmu karena khawatir dia ikut makan bersamamu” Orang itu bertanya lagi, ‘Lalu apa lagi ?’ Beliau menjawab, “Engkau berzina dengan istri tetanggamu”. Abdullah mengatakan, ‘Allah pun menurunkan pembenar sabda beliau itu, “Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain beserta Allah” (HR. Bukhari di dalam Kitab Tafsir/4477/Al -Fath, Muslim di dalam Kitabul Iman/86/Abdul Baqi, dinukil dari Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim VI/29)

Ciri Keenam
Tidak melakukan pembunuhan tanpa alasan yang benar

Allah berfirman (yang artinya), “…dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar,” (QS. Al-Furqan : 68).

Jiwa yang haram dibunuh adalah jiwa seorang muslim dan jiwa orang kafir mu’ahad, dzimmi dan musta’man. Kafir mu’ahad adalah orang kafir yang sedang memiliki ikatan perjanjian keamanan dengan kaum muslimin, baik jaminan itu berasal dari pemerintah maupun dari seorang muslim. Sedangkan kafir dzimmi adalah orang kafir yang menjadi warga negara sebuah pemerintahan Islam dan tunduk kepada aturannya serta mau membayar jizyah. Adapun kafir musta’man ialah orang-orang kafir yang mendapatkan jaminan keamanan atau suaka politik dari suatu negeri muslim.

Orang-orang kafir semacam itu sama sekali tidak boleh diperangi, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Barangsiapa yang membunuh seorang kafir mu’ahad maka dia tidak akan bisa mencium baunya surga dan sesungguhnya baunya itu bisa tercium dari jarak perjalanan 40 tahun” (hadits riwayat Bukhari, Kitab Al Jizyah wal muwaada’ah, bab man qatala mu’aahadan bighairi jurmin, hadits no. 3166 dari Abdullah bin Amr) Dalam lafazh yang lain beliau bersabda, “Barangsiapa membunuh jiwa seorang mu’ahad dia tidak akan mencium bau surga, dan sesungguhnya baunya itu bisa tercium dari jarak perjalanan 40 tahun” (hadits riwayat Bukhari, Kitab Ad Diyaat, bab itsmu man qatala dzimmiyan bighairi jurmin, hadits no. 3166 dari Abdullah bin Amr) Adapun tindakan membunuh yang diperbolehkan menurut syari’at adalah membunuh pelaku pembunuhan (hukum qishash), membunuh pezina yang sudah memiliki suami/isteri (dengan dirajam), membunuh orang murtad serta membunuh orang kafir yang halal diperangi seperti ketika mereka menyerbu negeri muslim (kafir harbi) (lihat Syarah Arba’in Syaikh Shalih Alu Syaikh, hal. 63)

Ciri Ketujuh
Tidak melakukan perzinaan

Allah berfirman (yang artinya), “…dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,…” (QS. Al-Furqan : 68-69).

Ibadur-Rahman adalah orang-orang yang senantiasa menjaga kemaluan mereka kecuali kepada isteri-isteri atau budak-budak mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Apa pendapat kalian tentang zina ?” Mereka menjawab, ‘Allah dan Rasul-Nya mengharamkannya maka ia tetap haram hingga hari kiamat’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada sahabat-sahabatnya, “Sungguh, apabila ada seorang lelaki berzina dengan 10 perempuan itu lebih mudah baginya daripada menzinahi istri tetangganya”. Lalu beliau bertanya lagi, “Lalu apa pendapat kalian tentang mencuri ?” Mereka menjawab ‘Allah dan Rasul-Nya mengharamkannya maka ia tetap haram’ Maka beliau bersabda, “Sungguh, apabila ada seseorang mencuri 10 rumah orang itu lebih mudah baginya daripada mencuri harta tetangganya” (Hadits shahih, dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahihul Jaami’ (50430 dinukil dari Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim VI/30)

Ciri Kedelapan
Bertaubat, beriman dan beramal shalih

Allah berfirman (yang artinya), “…Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal saleh, Maka Sesungguhnya dia bertaubat kepada Allah dengan Taubat yang sebenar-benarnya.” (QS. Al-Furqan : 70-71).

Yaitu orang-orang yang bertaubat dari kemaksiatan dan dosa-dosa yang lainnya dengan memenuhi syarat-syarat yang terkandung dalam ayat di atas : [1] dia segera meninggalkan perbuatan itu, [2] menyesali dosa yang pernah dilakukannya itu, [3] bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, [4] beriman kepada Allah dengan keimanan yang benar, yaitu keimanan yang menuntut dirinya untuk meninggalkan berbagai macam kemaksiatan dan menuntutnya untuk melaksanakan berbagai macam ketaatan, [5] beramal shalih; melakukan amal yang diperintahkan syari’at dan mengikhlaskan niatnya dalam beramal hanya untuk mengharap keridhaan dan pahala melihat Wajah-Nya.

Imam Nawawi rahimahullah berkata : “Para ulama mengatakan : Taubat itu wajib dilakukan untuk setiap dosa yang diperbuat” (Syarah Riyadhu Shalihin, I/56). Beliau juga berkata : “(Taubat) itu memiliki tiga rukun : meninggalkannya, menyesal atas perbuatan maksiatnya itu, dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya selama-lamanya. Apabila maksiat itu berkaitan dengan hak manusia, maka ada rukun keempat yaitu membebaskan diri dari tanggungannya kepada orang yang dilanggar haknya. Pokok dari taubat adalah penyesalan, dan (penyesalan) itulah rukunnya yang terbesar” (Syarah Muslim, IX/12).

Beliau rahimahullah juga mengatakan : “…Mereka (para ulama) telah sepakat bahwa taubat dari segala maksiat (hukumnya) wajib, dan (mereka juga sepakat) taubat itu wajib dilakukan dengan segera dan tidak boleh ditunda-tunda, sama saja apakah maksiat itu termasuk dosa kecil atau dosa besar. Taubat merupakan salah satu prinsip agung di dalam agama Islam dan kaidah yang sangat ditekankan di dalamnya, ..” (Syarah Shahih Muslim, IX/12).

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Az-Zumar : 53)

Ciri Kesembilan
Tidak ikut menyaksikan kebatilan dan meninggalkan kesia-siaan

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “…Dan orang-orang yang tidak mempersaksikan Az-Zuur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqan : 72)

Makna Az-Zuur adalah perkataan dan perbuatan yang diharamkan. Istilah ini mencakup banyak hal seperti; syirik dan penyembahan berhala, dusta, kefasikan, kekafiran, kesia-siaan, kebatilan, nyanyian, hari raya orang musyrik, kumpulan peminum khamr, persaksian palsu dan lain-lain (lihat Tafsir Ibnu Katsir VI/33).

Ibadur-Rahman menjauhi semua pertemuan yang di dalamnya terdapat perkataan atau perbuatan yang diharamkan, seperti perbincangan dalam memperolok ayat-ayat Allah, perdebatan yang batil, menggunjing, mengadu domba, mencela, menuduh zina tanpa bukti, mengejek syari’at Allah, nyanyian yang haram, meminum khamr, menggunakan sutera, memajang gambar-gambar bernyawa, dan lain sebagainya. Apabila mereka tidak menghadiri az-Zuur, apalagi untuk mengatakan atau melakukannya tentu mereka lebih tidak mau. Persaksian palsu termasuk perbuatan yang pertama kali dikategorikan dalam cakupan az-Zuur.

”Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah/al laghwu”. Al-Laghwu adalah adalah perkataan yang tidak mengandung kebaikan, baik manfaat diniyah maupun manfaat duniawiyah. Seperti perkataan orang-orang pandir dan semacamnya.

“mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya”.

Ibadur-Rahman membersihkan jiwa dan menjaga kemuliakan diri mereka dengan tidak ikut campur dalam pembicaraan itu. Mereka meyakini bahwa berbicara tentang perkara yang tidak mengandung kebaikan semacam itu meskipun tidak mendatangkan dosa, tetapi itu termasuk sikap bodoh menurut pandangan nilai-nilai kemanusiaan dan kehormatan. Sehingga mereka lebih memilih untuk menjaga diri dari hal itu.

Di dalam firman Allah (yang artinya), “Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah”, terdapat isyarat bahwa mereka itu sebenarnya tidak memiliki niat untuk menghadiri dan mendengaran perkataan itu, akan tetapi peristiwa itu terjadi secara kebetulan lalu mereka pun menjaga kemuliaan diri mereka dengan tidak ikut bergabung di dalamnya.

Ciri Kesepuluh
Mau mendengar peringatan-peringatan dari Allah, tidak bersikap cuek

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “… Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat- ayat Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang- orang yang tuli dan buta.” (QS. Al-Furqan : 73)

Ibadur-Rahman adalah orang-orang yang tidak berpaling dari peringatan itu. Tidak menutup telinga supaya tidak mendengarnya. Tidak menutup mata dan hatinya dari memahami peringatan itu, sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang tidak mengimani peringatan itu dan tidak membenarkannya. Apabila mendengar peringatan itu, mereka bersikap sebagaimana yang difirmankan Allah (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu mereka segera bersujud [maksudnya mereka sujud kepada Allah serta khusyuk] seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan lagi pula mereka tidaklah sombong”. (QS. As-Sajdah : 15).

Ibadur-Rahman menerima peringatan-peringatan itu dengan sepenuhnya dengan disertai perasaan sangat membutuhkannya, tunduk serta pasrah terhadapnya. Anda jumpai, mereka memiliki telinga yang sangat terbuka, hati-hati yang sangat sadar; yang dengan sebab itu maka iman mereka semakin bertambah serta keyakinan mereka semakin sempurna. Dengan sebab peringatan itu tumbuhlah semangat mereka, mereka senang dan bergembira menyambutnya. Inilah sifat orang yang beriman, sebagaimana diterangkan Allah dalam firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal” (QS. Al-Anfaal : 2)

Adapun orang-orang kafir, mereka sama sekali tidak terpengaruh apabila mendengar firman Allah. Bahkan mereka tetap berkeras dengan kekafiran dan kesesatannya. Hal ini sebagaimana diterangkan Alllah dalam ayat-Nya (yang artinya), “Dan apabila diturunkan suatu surat, Maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini?” adapun orang-orang yang beriman, Maka surat Ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit [kekafiran, kemunafikan, keragu-raguan dan sebagainya], Maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir” (QS. At-Taubah : 124-125)

Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya peringatan itu akan bermanfaat bagi kaum yang beriman” (QS. Adz-Dzariyaat : 55). Di dalam ayat ini Allah menginformasikan kepada kita bahwa peringatan akan membuahkan manfaat bagi kaum mukminin. Hal itu disebabkan di dalam jiwa mereka terdapat keimanan, rasa takut kepada Allah (khasy-yah), ingin kembali menaati Allah (inabah) dan juga ketundukan dalam menuruti keridhaan Allah. Itulah yang mendorong mereka sehingga mau memetik faedah dari peringatan tersebut dan bisa menempatkan nasehat yang sampai kepada mereka pada tempat yang semestinya (yaitu dilaksanakan sebaik-baiknya). Hal ini senada dengan ayat yang difirmankan Allah Ta’ala (yang artinya), “Maka berikanlah peringatan jika peringatan itu membuahkan manfaat. Orang yang takut niscaya akan mengambil pelajaran (darinya). Sedangkan orang yang binasa niscaya justru akan menjauhinya.” (QS. Al-A’la : 9-11).

Adapun keadaan orang-orang yang di dalam jiwanya tidak terdapat keimanan dan juga tidak memiliki bekal kesiapan menerima peringatan (baca : masa bodoh), maka peringatan yang ditujukan kepada tipe orang semacam ini tidak akan banyak mendatangkan faedah (bagi dirinya sendiri). Sebagaimana tanah yang lembab serta asin tidak akan bisa menjadi subur barang sedikitpun walaupun diguyur hujan. Tipe-tipe orang seperti mereka ini, seandainya semua ayat datang kepada mereka, niscaya mereka tidak akan mau beriman sampai mereka benar-benar menyaksikan adzab yang amat menyakitkan, wal ‘iyaadzu billah (kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu).

Ciri Kesebelas
Berdo’a kepada Allah agar mendapatkan isteri dan keturunan yang salih-salihah, dan agar menjadikan diri mereka sebagai teladan bagi kaum yang bertakwa

Allah berfirman (yang artinya), “Dan orang orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. Mereka Itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) Karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat kediaman. Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): “Tuhanku tidak mengindahkan kamu, melainkan kalau ada ibadatmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadat kepada-Nya), padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya? Karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu” (QS. Al-Furqan : 74-77).

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan tentang mereka, “Mereka adalah orang-orang yang memohon kepada Allah supaya mengeluarkan dari tulang sulbi dan anak keturunan mereka orang-orang yang taat dan menyembah-Nya saja dan tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, VI/34)

Apabila kita mencermati keadaan dan sifat Ibadur-Rahman ini maka kita dapat mengetahui ketinggian cita-cita dan kedudukan mereka. Mereka tidak bisa merasa tentram kecuali apabila anak-anak mereka mau taat dan patuh kepada Rabb mereka; berilmu dan mengamalkan ilmunya. Meskipun do’a ini ditujukannya untuk kebaikan isteri dan anak keturunannya, tetapi sesungguhnya itu adalah do’a untuk [kebaikan] dirinya sendiri. Karena manfaat do’a itu akhirnya juga akan kembali kepadanya. Oleh karenanya, di dalam do’a itu mereka menyebutnya sebagai ‘anugerah’ bagi mereka. Bahkan, manfaat do’a mereka juga kembali kepada keseluruhan kaum muslimin. Karena kebaikan isteri dan anak-anak akan menimbulkan kebaikan orang-orang yang berinteraksi dan menimba faidah dari mereka.

Sosok Ibadur-Rahman juga berdo’a kepada Allah, “Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. Ibnu Abbas, Al-Hasan, As-Suddi, Qatadah dan Rabi’ bin Anas mengatakan tentang maknanya, yaitu “Menjadi pemimpin-pemimpin diantara kami yang patut menjadi teladan dalam kebaikan” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, VI/35).

Artinya, Ibadur-Rahman senantiasa memohon supaya bisa meraih derajat yang tinggi ini. Yaitu derajatnya kaum shiddiqiin dan derajat kesempurnaan yang dimiliki oleh hamba-hamba yang saleh; itulah derajat kepemimpinan dalam agama. Mereka memohon supaya dapat menjadi teladan bagi orang-orang yang bertakwa, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Sehingga perbuatan mereka layak untuk ditiru dan perkataan mereka membuahkan kedamaian. Dengan demikian para pelaku kebaikan akan berjalan mengikuti mereka. Mereka mendapatkan hidayah, dan juga menyebarkannya.

Do’a untuk mendapatkan sesuatu berarti juga mencakup permintaan segala sesuatu yang menjadi syarat terpenuhinya. Sedangkan derajat kepemimpinan di dalam agama tidak bisa tercapai kecuali dengan bekal kesabaran dan keyakinan. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta’ala (yang artinya), “Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami ketika mereka sabar, dan adalah mereka meyakini ayat-ayat kami” (QS. As-Sajdah : 24)

Semoga kita termasuk di antara mereka…
Demi Allah, betapa luhur sifat-sifat Ibadur-Rahman. Sungguh tinggi cita-cita mereka. Alangkah mulia tuntutan-tuntutan mereka, alangkah suci jiwa-jiwa mereka, dan betapa bersihnya hati mereka. Betapa bening [hati] orang-orang pilihan itu dan betapa kuat ketakwaan mereka. Demi Allah, betapa besar keutamaan dan nikmat yang dikaruniakan Allah kepada mereka…

Demi Allah, betapa agung karunia Allah kepada hamba-hamba-Nya. Allah menjelaskan sifat-sifat Ibadur-Rahman, menyebutkan ciri-ciri mereka, dan Allah menerangkan cita-cita mereka. Allah juga menjelaskan pahala yang akan mereka terima supaya orang-orang berhasrat untuk bisa memiliki sifat-sifat tersebut, dan supaya mereka mengerahkan kesungguhannya untuk meraih sifat-sifat tersebut dan mendorong mereka agar mengerahkan segala kesungguhan mereka untuk meraihnya. Allah pun memerintahkan supaya mereka memohon karunia kepada Dzat yang bisa menganugerahkan sifat-sifat itu, Dzat yang memuliakan mereka, Dzat yang senantiasa memiliki keutamaan di setiap zaman dan di setiap tempat, dalam waktu dan situasi apapun. Mereka pun harus senantiasa memohon kepada Allah hidayah taufiq (untuk bisa beramal) sebagaimana halnya hidayah irsyad (untuk berilmu). Mereka memohon agar Allah menjaga dan membimbing mereka dengan tarbiyah khusus-Nya sebagaimana Allah telah memelihara dan membimbing mereka dengan tarbiyah umum-Nya.

Allahumma, ya Allah! Hanya bagi-Mu seluruh pujian. Kepada-Mu tempat mengadu, Engkaulah Dzat yang layak dimintai pertolongan dan keselamatan. Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan-Mu. Kami tidak sanggup menguasai sedikitpun manfaat atau bahaya bagi diri kami sendiri. Kami tidak menguasai sekecil apapun kebaikan jika Engkau tidak berikan kemudahan kepada kami untuknya, sesungguhnya kami-kami ini lemah dan tidak mampu dari segala sisi.

Kami bersaksi, seandainya Engkau membiarkan kami bersandar kepada diri-diri kami sendiri sekejap mata saja maka itu berarti Engkau telah membiarkan kami bersandar kepada kelemahan, ketidakmampuan dan kesalahan. Kalau demikian, wahai Rabb kami! Sesungguhnya kami ini tidak mempercayakan sepenuhnya kecuali kepada rahmat-Mu; yang karena rahmat itulah Engkau menciptakan dan memberikan rizki kepada kami. Dengan rahmat itu pula, Engkau karuniakan nikmat kepada kami; nikmat lahir maupun batin. Dan karena rahmat-Mu-lah, Engkau memalingkan berbagai bencana yang seharusnya menimpa kami. Maka limpahkanlah kepada kami rahmat yang membuat kami cukup dan tidak membutuhkan lagi selain rahmat-Mu, niscaya tidak ada seorangpun yang rugi apabila meminta dan berharap kepada-Mu.

Tidak ada artinya hidup tanpa tunduk beribadah
Kemudian Allah Ta’ala memberitakan bahwa Dia tidak peduli dan tidak mengindahkan kepada selain orang-orang yang memperoleh rahmat tersebut [selain orang beriman]. Seandainya bukan karena ketundukan beribadah (do’a ibadah) dan permintaan (do’a mas’alah) yang kalian panjatkan kepada-Nya niscaya Dia tidak akan memperdulikan dan tidak mau mencintai kalian. Allah menyatakan (yang artinya), “Katakanlah (kepada orang-orang musyrik): Tuhanku tidak mengindahkan Kamu, melainkan kalau ada ibadatmu. (Tetapi bagaimana kamu beribadat kepada-Nya), padahal kamu sungguh telah mendustakan-Nya? Karena itu kelak (azab) pasti (menimpamu)” (QS. Al-Furqan : 77).

Inilah balasan bagi orang-orang yang tidak mau tunduk beribadah kepada-Nya! Adzab Allah akan terus menerus menyiksa dirinya bagaikan siksaan berkepanjangan yang dirasakan oleh orang yang terlilit hutang dan tidak sanggup melunasinya, dan kelak Allah akan memberikan keputusan atas perselisihan yang terjadi antara orang yang durhaka ini dengan hamba-hamba-Nya yang beriman.

Semoga Allah memasukkan kita dalam golongan Ibadur-Rahman; menjadi hamba yang tawadhu’, yang rajin shalat malam, yang rajin berdoa supaya selamat dari api neraka, tidak boros tapi tidak juga kikir dalam membelanjakan harta, tidak berbuat syirik, tidak menumpahkan darah tanpa hak, tidak berzina, selalu bertaubat dan beramal saleh, menjauhi majelis-majelis yang diharamkan dan kesia-siaan, mau menerima nasihat, dan selalu bercita-cita tinggi demi kebaikan diri dan anak keturunan. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

[artikel ini kami perbaharui setelah sekian lama dan pernah dipublikasikan melalui situs muslim.or.id]
Share:

Sabtu, 08 Juni 2013

Dasyatnya Siksa Api Neraka


Wahai hamba Allah, kaum Muslimin, ketahuilah sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menciptakan makhluk supaya mereka mengenal Allah Subhanahu wata’ala dan menyembah-Nya dan supaya mereka takut kepada-Nya. Dan Allah Subhanahu wata’ala telah menggambarkan tentang pedihnya siksaan-Nya dan dahsyatnya api Neraka-Nya di dalam Al Quranul karim dengan pensifatan yang sedemikian banyak dan pengulangan yang beraneka ragam. Seluruh hal tersebut Allah Subhanahu wata’ala sifatkan tentang api Neraka dan apa yang Allah Subhanahu wata’ala siapkan berupa siksaan dan kepedihan dan yang terkandung di dalamnya berupa makanan dari zaqqum, addhori’, air yang mendidih, belenggu, dan rantai yang membuat getar hati orang-orang beriman yang takut kepada Allah Subhanahu wata’ala yang maha perkasa lagi maha kuat. Dan membuat getar hati para hamba yang menyadari dirinya bahwa dia akan berdiri di depan Allah Subhanahu wata’ala yang maha perkasa. 

Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala telah memperingatkan dari api Neraka dan demi Allah!… tidaklah Allah Subhanahu wata’ala memperingatkan kepada hamba-Nya dan membuat mereka takut kepada sesuatupun yang lebih keras dan lebih dahsyat dari api Neraka. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

فَأَنْذَرْتُكُمْ نَارًا تَلَظَّى
“Maka Kami memperingatkan kamu dengan Neraka yang menyala-nyala” (Al Lail: 14)
Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّهَا لإحْدَى الْكُبَرِ. نَذِيرًا لِلْبَشَرِ
“Sesungguhnya Saqar itu adalah salah satu bencana yang amat besar, sebagai ancaman bagi manusia.” (Al Muddatsir: 35)

Dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ad Darimi, dan Al Hakim, dari An Nu’man bin Basyir Radhiallahu’anhu berkata: “Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkhutbah dan berkata, ’saya peringatkan kalian dari api Neraka, saya peringatkan kalian dari api Neraka’. Andaikata sesorang berada di pasar ia akan mendengarkan suara tersebut dari tempatku ini. Dan waktu itu beliau membawa selendang yang tadinya berada di bahu kemudian jatuh di kakinya.” Menunjukkan kerasanya beliau memperingatkan hal tersebut kepada umatnya.

Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya Shallallahu’alaihi wasallam telah menggambarkan bagaimana panasnya api Neraka, dan bagaimana golakan api Neraka, dan digambarkan bagaimana makanan dan minuman penghuninya, dan digambarkan bagaimana belenggu dan berbagai macam siksaan yang terkandung di dalamnya, dan digambarkan tentang pakaian orang-orang yang menghuninya. Seluruh hal tersebut sebagai seruan kepada hamba Allah Subhanahu wata’ala supaya takut dan bertakwa kepada-Nya dan bersegera menuju hal-hal yang dicintai dan diridhoi oleh Allah Subhanahu wata’ala.

Takutlah Kepada Allah Subhanahu wata’ala

Dan siapa yang menyaksikan, siapa yang memperhatikan tadabbur terhadap Al Quranul Karim dan sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dan memperhatikan bagaimana Shirah perjalanan hidup para ulama As Salaf, Ahlul Ilmi wal Iman dari kalangan para shahabat Radhiallahu’anhum dan orang-oang yang mengikuti mereka dengan baik, ia akan mendapatkan bagaimana rasa takut mereka kepada Neraka adalah suatu perkara yang sangt menakjubkan. Rasa takut inilah yang membawa mereka dalam keadaan yang mulia. Dan ini menunjukkan mereka di kedudukan yang tertinggi dalam keadan taat kepada Allah Subhanahu wata’ala dam menjauhi segala sesatu yang makruh apalagi yang diharamkan.

Seluruh hal tersebut sebagai rasa takut kepada Allah Subhanahu wata’ala takut dari ancaman api Neraka-Nya dan apa-apa yang Allah Subhanahu wata’ala telah siapkan bagi orang-orang yang bemaksiat kepada-Nya. Karena itulah orang yang takut seperti ini telah dijamin untuk mereka Surga. Di dalam firman-Nya Allah Subhanahu wata’ala mengatakan,

وَلِمَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ جَنَّتَانِ
“Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga.” (Ar Rahman: 46)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ

“Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.” (Al Mulk: 12)

Berkata Abu Sulaiman Ad Darani: “Asal segala kebaikan di dunia dan di akhirat adalah takut kepada Allah Subhanahu wata’ala, tidak satu hati pun yang kosong dari rasa takut kecuali hati itu adalah hati yang rusak.”
Karena itulah wahai hamba Allah !!… Wahai anak adam,

فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“Peliharalah dirimu dari Neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (Al Baqarah: 24)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah Subhanahu wata’ala terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At Tahrim: 6)

Dan api Neraka itu, wahai hamba Allah !… Sebagaimana yang disifatkan di dalam firman-Nya,

لَهُمْ مِنْ فَوْقِهِمْ ظُلَلٌ مِنَ النَّارِ وَمِنْ تَحْتِهِمْ ظُلَلٌ ذَلِكَ يُخَوِّفُ اللَّهُ بِهِ عِبَادَهُ يَا عِبَادِ فَاتَّقُونِ

“Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah mereka pun lapisan-lapisan (dari api). Demikianlah Allah Subhanahu wata’ala mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepada-Ku hai hamba-hamba-Ku.” (Az Zumar: 16)

Memperhatikan hari ini, wahai saudaraku kaum Muslmin, adalah perkara yang sangat penting dan membuat kita sadar bagaimana pentingnya untuk berlindung dari pedihnya api Neraka. Karena itu jadilah orang-orang yang disifatkan dalam firman-Nya,

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,  (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah Subhanahu wata’ala sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam Neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang lalim seorang penolongpun.” (Ali Imron: 190-192)

Dan jadilah seperti orang-orang yang disifatkan dalam firman-Nya,

وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الأرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلامًا
وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا
وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا
إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahanam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal”. Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.” (Al Furqaan: 63-66)

Dan jadilah kaum Muslim yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wata’ala, orang yang tergolong di dalam firman-Nya,

وَالَّذِينَ هُمْ مِنْ عَذَابِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُونَ

“Dan orang-orang yang takut terhadap azab Tuhannya.”  (Al Ma’arij: 27)

Termasuklah dalam orang-orang yang termauk dalam firman-Nya,

وَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَسَاءَلُون.َ قَالُوا إِنَّا كُنَّا قَبْلُ فِي أَهْلِنَا مُشْفِقِينَ

“Dan sebahagian mereka menghadap kepada sebahagian yang lain saling tanya-menanya. Mereka berkata: “Sesungguhnya kami dahulu, sewaktu berada di tengah-tengah keluarga kami merasa takut (akan diazab).” (At Thuur: 25-26)

Juga diriwayatkan dari Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu, “Sesungguhnya kebanyakan doa nabi Shallallahu’alaihi wasallam yaitu, 

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Wahai Rabb kami berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jauhkan kami dari Neraka”
Dan orang-orang yang senantiasa meneteskan air mata takut kepada Allah Subhanahu wata’ala dinyatakan di dalam hadits,

عَيْنَانِ لاَ تَمُسُّهُمَا النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيْلِ اللهِ

“Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api Neraka: (pertama) mata yang menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wata’ala, (kedua) mata yang bermalam dalam keadaan berjaga di jalan Allah Subhanahu wata’ala.” (HR. At-Tirmidzi no. 1639, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi dan Al-Misykat no. 3829)

Dan diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu,

وعن ابى هريرةرضى اللّه عنه عن النّبىّ صلّى اللّه عليه وسلّم قال : سبعةيظلّهم اللّه فى ظلّه يوم لاظلّ الاّظلّه :

Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Ada tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah Subhanahu wata’ala dalam naungan-Nya pada hari yang tiada naungan melainkan naungan-Nya sendiri”, Disebutkan di antara mereka,

ورجل ذكراللّه خالياففاضت عليناه (متفق عليه)

“….Orang yang mengingat pada Allah Subhanahu wata’ala di waktu keadaan sunyi lalu melelehlah airmata dari kedua matanya.” (Muttafaq ‘alaih)
Rasa Takutnya Salafus Shalih Kepada Neraka

Umar bin Khatab pernah berkata, “Wahai sekalian manusia, andaikata ada yg menyeru dari langit, ‘wahai sekalian manusia, sesunguhnya kalian semua masuk Surga kecuali satu orang’ Saya takut satu orang itu adalah saya.”

Lihat bagaimana rasa takut para ulama As Salaf. Dan suatu hari Al Hasan Al Bashri pernah menangis, maka ditanya kepada beliau, “Apa yg membuatmu menangis wahai Abu Said?” Beliau menjawab, “Saya takut Allah Subhanahu wata’ala akan melemparkan saya besok di api Neraka dan Allah Subhanahu wata’ala tidak memperhatikannya.”

Dan berkata Yazid bin Kholsyan, “Demi Allah! Saya tidak penah melihat org yang lebih takut dari Al Hasan Al Bashri dan Umar bin Abdul Aziz seakan Neraka diciptakan untuk mereka berdua saja. Sehingga merek senantiasa merasa takut darinya.”

Dan sebagian ulama As Salaf apabila mereka melihat api di dunia ini maka berubahlah warna mukanya dan gemetarlah ia dan berubah keadaanya dan ia melihat firman Allah Subhanahu wata’ala,

أَفَرَأَيْتُمُ النَّارَ الَّتِي تُورُون.َ أَأَنْتُمْ أَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا أَمْ نَحْنُ الْمُنْشِئُون.َ نَحْنُ جَعَلْنَاهَا تَذْكِرَةً وَمَتَاعًا لِلْمُقْوِينَ. فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ

“Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dengan menggosok-gosokkan kayu). Kamukah yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya? Kami jadikan api itu untuk peringatan dan bahan yang berguna bagi musafir di padang pasir. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Maha Besar.” (Al Waqi’ah: 71-74)

Berkata Imam Mujahid, “Sesungguhnya Neraka dunia akan mengingatkan Neraka akhirat. Kalau seorang melihat Neraka dunia maka ia akan ingat Neraka akhirat ini yg disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wata’ala, “Kami jadikan api itu untuk peringatan”.

Dan berkata Al Hasan Al Bashri, “umar bin khattab kadang dihidupkan untuk beliau api pada suatu malam, kemudian Umar mendekati api tersebut dan mendekatkan tangannya ke api tersebut kemudian Umar berkata, “Wahai Ibnu Khattab, apakah kamu mampu bersabar di atas api ini?”

Bahkan di kalangan ulama As Salaf ada yang tidak bisa tidur karena takutnya dari api Neraka.
Berkata Hasan Al Bashri, “Syaddad bin auf apabila naik ke tempat tidurnya ia berada di atasanya seakan-akan kacang yg berada di atas penggorengan dan ia berkata, ‘Yaa Allah! Sesungguhnya mengingat Neraka Jahannam membuat saya tidak bisa tidur’ maka iapun berdiri kemudian sholatlah.”

Dan berkata Taulus bin Kaisan, “Dan beliau kadang tidur di atas tempat tidurnya dan berbaring dan berbalik seperti berbaliknya kacang di atas gorengan kemudian beliau bangkit melompat lalu menghadap kiblat sampai di waktu shubuh kemudian beliau berkata, ‘Sesunggunya ingat akan api Neraka telah mengubah tidurnya orang-orang yang takut kepada Allah Subhanahu wata’ala.”

Dan berkata Malik bin Dinar, “Putri Ar Robi’ bin Husain berkata kepada ayahnya, ‘wahai ayahku kenapa engkau tidak tidur dan manusia dalam keadaan tidur?’ Maka ia berkata kepada putrinya, ‘Wahai putriku, sesungguhnya api Neraka tidak membiarkan ayahmu tidur.”
Dan biasa para ulama As Salaf ada yg takutnya dari api Neraka menimbulkan padanya penyakit yang kadang dilihat di antara manusia karena kurusnya seakan-akan dia sakit padahal tidak ada penyakit pada dirinya.

Demikian rasa takutnya para ulama dan telah kita sampaikan ayat-ayat Al Quran dan hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam yang menunjukkan tentang mulianya takut kepada api Neraka dan mulianya orang-orang yang menangis karena takutnya akan siksaan api Neraka.
Ketika Engkau Berdiri sedangkan Neraka Ada di Hadapanmu…

Dalam hadits Anas bin Malik Radhiallahu’anhu disebutkan,

وعن انس رضى اللّه عنه قال : خطب رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم خطبةماسمعت مثلهاقطّ ، فقال : لوتعلمون مااعلم لضحكتم قليلاولبكيتم كثيرا ، قال : فغطّى اصحاب رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم وجوههم لهم خنين (متفق عليه)

Dari Anas bin Malik Radhiallahu’anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam pernah berkhutbah, dan saya belum pernah mendengarnya. Beliau bersabda: “Andaikan kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan pasti akan banyak menangis.” Anas berkata: “Mendengar yang demikian para sahabat Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menutupi muka mereka sambil menangis terisak-isak.”(HR. Bukhari dan Muslim)

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ رَأَيْتُمْ مَا رَأَيْتُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلاً وَلَبَكَيْتُمْ كَثِيرًا. قَالُوا: وَمَا رَأَيْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ: رَأَيْتُ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ. 

“Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya kalian melihat apa yang aku lihat, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” Para shahabat bertanya: “Apa yang engkau lihat ya Rasulullah” Beliau shallallahu‘alaihi wasallam menjawab: “Saya melihat Al Jannah dan An Naar.” (HR. Muslim Kitab Sholat no. 426)

Dan di dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Anas bin Maik dan dihasankan oleh Syakh Al Albani dari seluruh jalan-jalannya, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam berkata kepada Jibril ‘Alaihi salam, wahai Jibril kenapa saya tidak pernah melihat Mikail tertawa. Maka Jibril ‘Alaihis salam berkata, “Sesungguhnya Mikail itu tidak pernah tertawa semenjak diciptakannya api Neraka.”

Karena itu digambarkan lagi wahai hamba Allah..!! Jikalau engkau berdiri di depan Allah Subhanahu wata’ala dalam keadaan menyandang dosa dan penyimpangan, sedangkan tiada menyandang satu amalanmu di dunia ini….

وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا
وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الإنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى
يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
فَيَوْمَئِذٍ لا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَد.ٌ وَلا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ

“Dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam; dan pada hari itu ingatlah manusia akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. Dia mengatakan: “Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini.” Maka pada hari itu tiada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya, dan tiada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya.” (QS. Al Fajr: 22-26)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman, 

وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِلْغَاوِينَ

“Dan diperlihatkan dengan jelas Neraka Jahim kepada orang- orang yang sesat”, (Asy Syu’araa: 91)
Dan di dalam firmannya Allah Subhanahu wata’ala menyatakan

فَإِذَا جَاءَتِ الطَّامَّةُ الْكُبْرَى. يَوْمَ يَتَذَكَّرُ الإنْسَانُ مَا سَعَى. وَبُرِّزَتِ الْجَحِيمُ لِمَنْ يَرَى. فَأَمَّا مَنْ طَغَى وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا. فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى

“Maka apabila malapetaka yang sangat besar (hari kiamat) telah datang. Pada hari (ketika) manusia teringat akan apa yang telah dikerjakannya, dan diperlihatkan neraka dengan jelas kepada setiap orang yang melihat. Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal (nya).” (QS. An Naazi’aat: 34-39)

Dan juga Allah Subhanahu wata’ala mengingatkan, 

وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِلْكَافِرِينَ عَرْضًا

“Dan Kami nampakkan Jahanam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas.” (Al Kahfi: 100)
Dan mereka datang dalam keadaan penuh dengan kehinaan dan memandang dengan pandangan yang lesu sebagaimana firman Allah Subhanahu wata’ala,

خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ

“Dalam keadaan mereka menekurkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka. (Al Ma’arij: 44)

وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِينَ كَفَرُوا عَلَى النَّارِ أَلَيْسَ هَذَا بِالْحَقِّ قَالُوا بَلَى وَرَبِّنَا قَالَ فَذُوقُوا الْعَذَابَ بِمَا كُنْتُمْ تَكْفُرُونَ

“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan kepada Neraka, (dikatakan kepada mereka): “Bukankah (azab) ini benar?” Mereka menjawab: “Ya benar, demi Tuhan kami”. Allah Subhanahu wata’ala berfirman “Maka rasakanlah azab ini disebabkan kamu selalu ingkar”.  (Al Ahqaf: 34)
Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman, 

لَقَدْ كُنْتَ فِي غَفْلَةٍ مِنْ هَذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. (Qaaf: 22)
Dan diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan imam Muslim dari adiy bin Hatim, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam mengingatkan tentang keadaan seorang muslim ketika mereka berdiri di depan Allah Subhanahu wata’ala.

وعن عدىّ بن حاتم رضى اللّه عنه قال : قال رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم مامنكم من أحدالاّسيكلّمه ربّه ليس بينه وبينه ترجمان ، فينظرأيمن منه فلايرى إلاّماقدّم ، وينظرأشأم منه فلايرى إلاّماقدّم ، وينظربين يديه فلايرى إلاّالنّارتلقاءوجهه . فاتّقواالنّارولوبشقّ تمرة (متفق عليه)

Dari ‘Adiy bin Hatim Radhiallahu’anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Seseorang di antara kalian akan berbicara langsung dengan Tuhannya, padahal di antara dia dengan Tuhannya tidak ada juru bahasa, kemudian ia melihat ke kanan, tiada terlihat kecuali amal yang pernah diperbuatnya, ia melihat ke kiri, tiada terlihat kecuali amal yang pernah diperbuatnya, dan ia melihat ke depan, tiada yang terlihat kecuali api yang tepat di depannya. Maka takutlah kalian terhadap Neraka walaupun hanya bersedekah dengan separuh biji kurma.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Besarnya Neraka

Dan ingatlah ketika api Neraka telah berada di depan kita. digambarkan oleh Abdullah ibnu Mas’ud diriwayatkan oleh imam Muslim secara mauquf,

وعنه قال : قال رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم : يؤتى بجهنّم يومءذلهاسبعون ألف زمام ، مع كلّ زمام سبعون ألف ملك يجرّونها (رواه مسلم)٠

Dari Ibnu Mas’ud Radhiallahu’anhu ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Pada hari kiamat Neraka Jahannam itu akan didatangkan dengan tujuh puluh ribu kendali, tiap-tiap kendali ditarik oleh tujuh puluh ribu malaikat.”(HR. Muslim)
Suara Kemarahan Neraka

Demikian kengerian pada hari itu, dan Neraka jahaann yg datang tersebut dari jauh ia telah memperdengarkan suara kemarahan, suara kemurkaan, dan pada hari itu orang-orang yang penuh dengan maksiat yakin bahwa dirinya akan penuh dengan kesengsaraan.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman, 

إِذَا رَأَتْهُمْ مِنْ مَكَانٍ بَعِيدٍ سَمِعُوا لَهَا تَغَيُّظًا وَزَفِيرًا

“Apabila Neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya.” (Al Furqaan: 12)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِذَا أُلْقُوا فِيهَا سَمِعُوا لَهَا شَهِيقًا وَهِيَ تَفُورُ
تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِ كُلَّمَا أُلْقِيَ فِيهَا فَوْجٌ سَأَلَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيرٌ

“Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara Neraka yang mengerikan, sedang Neraka itu menggelegak, hampir-hampir (Neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya sekumpulan (orang-orang kafir), penjaga-penjaga (Neraka itu) bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” (Al Mulk: 7-8)

Dan Allah Subhanahu wata’ala befirman menyatakan dalam Al Quran,

إِنَّهَا تَرْمِي بِشَرَرٍ كَالْقَصْرِ كَأَنَّهُ جِمَالَةٌ صُفْرٌ

“Sesungguhnya Neraka itu melontarkan bunga api sebesar dan setinggi istana. Seolah-olah ia iringan unta yang kuning,” (Al Mursalat: 33)

Penghuni Neraka Dari Kalangan Jin dan Manusia
Wahai hamba Allah Subhanahu wata’ala, wahai kalian manusa yang sadar bahwa dirinya akan kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala, ketahuilah bahwa penghuni Neraka tersebut adalah dari kalangan jin dan manusia. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Al A’raaf: 179)
Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi Neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (Huud: 119)
Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَلَكِنْ حَقَّ الْقَوْلُ مِنِّي لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap- tiap jiwa petunjuk, akan tetapi telah tetaplah perkataan dari padaKu: “Sesungguhnya akan Aku penuhi Neraka jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama.” (As Sajdah: 13)

Neraka Harus Penuh, Tidak Boleh Tidak
Dan ingatlah wahai hamba Allah Subhanahu wata’ala, bahwa Neraka Jahannam harus penuh dan tidak boleh tidak.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman, 

يَوْمَ نَقُولُ لِجَهَنَّمَ هَلِ امْتَلأتِ وَتَقُولُ هَلْ مِنْ مَزِيدٍ

(Dan ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya kepada jahannam : “Apakah kamu sudah penuh?” Dia menjawab : “Masih ada tambahan?” (Qaaf: 30) Neraka berharap masih ada tambahan.
Dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Dan setiap kalian merasa bahwa Nerakan Jahannam penuh. Adapun Neraka Jahannam tidak akan penuh sampai Allah Subhanahu wata’ala meletakkan kedua kakinya hingga Neraka berkata, “Cukup, cukup, cukup” Ketika itu penuhlah Neraka dan sebagian darinya menyempit dan penuhlah dia.”
Dan Allah Subhanahu wata’ala tidak akan menzhalimi seorangpun dari makhluknya. Adapun Surga, maka Allah Subhanahu wata’ala akan mewujudkan makhluk-makhluk baru pada tempat yang kosong tersebut.
Neraka Bertingkat-Tingkat

Dan Neraka tersebut bertingkat-tingkat dan berderajat-derajat, sebagaimana Surga bertingkat-tingkat dan memiliki bebapa derajat.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman, 

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (An Nisa: 145)
Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

لَهَا سَبْعَةُ أَبْوَابٍ لِكُلِّ بَابٍ مِنْهُمْ جُزْءٌ مَقْسُومٌ

“Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka.” (Al Hijr: 44)

Mereka Berada di Dalam Neraka Yang Ditutup Rapat
Dan Allah Subhanahu wata’ala mengabarkan bahwa pintu-pintu ini apabila penghuninya telah masuk pintu tersebut akan ditutup. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَالَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا هُمْ أَصْحَابُ الْمَشْأَمَة.ِ عَلَيْهِمْ نَارٌ مُؤْصَدَةٌ

“Dan orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri.  Mereka berada dalam Neraka yang ditutup rapat.”  (Al balad: 19-20)

Dan juga Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ. فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ

“Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.” (Al Humazah: 8-9)

Dalamnya Neraka
Adapun dalamya api Neraka tersebut, wahai hamba Allah!… Mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala menjaga kita semua dari pedihnya api Neraka. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu,

وعنه قال : كنّامع رسول اللّه صلّى اللّه عليه وسلّم : إذسمع وجبةفقال : هل تدرون ماهذا ؟ قلنا : اللّه ورسوله أعلم ، قال : هذاحجررمى به فى النّارمنذسبعين خريفا ، فهويهوى فى النّارالان حين انتهى إلى قعرهافسمعتم وجبتها (رواه مسلم)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, ia berkata : “Kami bersama-sama Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Beliau bertanya : “Apakah kamu tahu, bunyi apakah itu ?” Kami menjawab : “Allah Subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya-lah yang lebih tahu.” Beliau bersabda : “Ini adalah suara batu yang dilemparkan ke dalam Neraka sejak tujuh puluh tahun yang lalu. Batu itu sekarang baru sampai ke dasar Neraka, maka kalian mendengar suara gemuruhnya.”(HR. Muslim)

Ini dasar dari api Neraka, betapa jauhnya dan betapa mengerikannya. 

Panasnya Neraka

Adapun panasnya wahai hamba Allah Subhanahu wata’ala, disebutkan dari hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Neraka mengadu kepada Allah Subhanahu wata’ala tentang panasnya. Neraka berkata, ‘Yaa Allah, sebagian dari diriku telah memakan sebagian yang lain karena panasnya, maka berikanlah kesempatan kepadaku untuk bernafas’. Maka diberikan ijin untuk Neraka Jahannam untuk bernafas dengan dua kali nafas. Nafas di waktu dingin dan nafas di musim panas. Maka pada saat musim panas saat yang paling panas itulah panasnaya api Neraka dan di saat musim dingin yang paling dinginnya yang menusuk itulah dinginnya dari api Neraka.”

Sebab dari Neraka ada dingin yang tidak bisa diukur dan sebagai siksaan yang tidak kalah pedihnya dari api Neraka tersebut.
Dan diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “(Panasnya) api yang kalian (Bani Adam) nyalakan di dunia ini merupakan sebagian dari tujuh puluh bagian panasnya api Neraka Jahannam.” Para sahabat bertanya: “Demi Allah! Apakah itu sudah cukup wahai Rasulullah?” Beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “(Belum), sesungguhnya panasnya sebagian yang satu melebihi sebagian yang lainnya sebanyak enam puluh kali lipat.” (HR. Muslim no. 2843)

Pedihnya Siksaan di Dalam Neraka

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman dalam Al Quran, 

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam Neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. An Nisa: 56)

Dan juga Allah Subhanahu wata’ala berfirman menggambarkan tentang pedihnya dan panasnya api Neraka.

يُبَصَّرُونَهُمْ يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِي مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيهِ. وَصَاحِبَتِهِ وَأَخِيهِ. وَفَصِيلَتِهِ الَّتِي تُؤْوِيه.ِ وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ يُنْجِيهِ. كَلا إِنَّهَا لَظَى. نَزَّاعَةً لِلشَّوَى

“Sedang mereka saling memandang. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, dan isterinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat, sesungguhnya Neraka itu adalah api yang bergolak, yang mengelupas kulit kepala, (Al Ma’arij: 11-16)

Dan Neraka jahannam tersebut, wahai hamba Allah !… Tidak seperti yang kalian gambarkan seperti api di muka bumi ini. Diriwayatkan oleh Imam Malik dan lain-lainnya dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, “Apakah kalian mengira api Neraka Jahannam ini berwarna merah seperti api kalian ini ini, sesunguhnya api Jahannam berwarna hitam seperti teer.”

Dan penghuni Neraka, wahai hamba Allah Subhanahu wata’ala, digambarkan andaikata dirimu yang diperlakukan seperti ini kelak di kemudian hari dan mereka dalam keadaan dibelenggu dengan rantai dan belenggu. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ سَلاسِلا وَأَغْلالا وَسَعِيرًا

“Sesungguhnya Kami menyediakan bagi orang-orang kafir rantai, belenggu dan Neraka yang menyala-nyala.” (Al Insaan: 4)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman, 

وَجَعَلْنَا الأغْلالَ فِي أَعْنَاقِ الَّذِينَ كَفَرُوا

“Dan kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir.” (Saba’: 33)

Dan gambarkanlah andaikata hal ini menimpa kita dan apa yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wata’ala dalam ayat ini menimpa seseorang dari kita, wal’iyadzubillah…!!. Mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala menjaga kita dari api Neraka. Allah Subhanahu wata’ala menyatakan,

خُذُوهُ فَغُلُّوهُ. ثُمَّ الْجَحِيمَ صَلُّوهُ. فِي سِلْسِلَةٍ ذَرْعُهَا سَبْعُونَ ذِرَاعًا فَاسْلُكُوهُ

(Allah Subhanahu wata’ala berfirman): “Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api Neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta.” (Al Haaqqah: 30-32)

Dan Neraka Jahannam ini siksaannya tidak berujung sampai di sini dan jangan dikira bahwa siksaanya hanya seperti ini bahkan siksaaan di dalamnya berlipat ganda dan terdapat berbagai maacam siksaan dan kepedihan yang membuat bulu kuduk merinding dan membuat hati orang yang beriman gemetar. 

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Hibban, Al Hakim, dan Al Baihaqi, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani. Dari Abdullah bin Khaliq bin Jundub Al Jabili dia berkata, nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya di Neraka ada enam ular bagaikan leher-leher unta yang menyengat seorang di antara penghuni Neraka tersebut maka ia mendapatkan panasnya selama tujuh puluh tahun. Dan di dalam Neraka tersebut ada kalajangking-kalajengking yang besarnya bagaikan keledai dan salah satu di antaranya kalajengkng tersebut menyengat seorang dari penghuni Neraka maka ia mendapatkan pedihnya sengatan tersebut selama empat puluh tahun.”

Dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Tirmidzi dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Akan keluar pada hari kiamat leher dari api Neraka yang memiliki dua mata melihat, dua mata mendengar, dan lisan berbicara, “saya diperintahkan untuk menyiksa tiga orang. (pertama) Orang yang sombong lagi keras kepala, (kedua) orang yang menyembah kepada selain Allah Subhanahu wata’ala, dan (ketiga) orang-orang yang menggambar.”

Jenis Makanan di Dalam Neraka

Dan bagaimana sangkaanmu, wahai kamu anak Adam, yang telah melalaikan dan telah menyia-nyiakan umurnya di kehidupan ini, dan telah bergelimang dengan berbagai macam kemaksiatan kepada Allah Subhanahu wata’ala, dan memakan makanan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wata’ala. Tahukah engkau bagaimana makanaan dan minuman di dalam Neraka tersebut? Dengarkan firman Allah Subhanahu wata’ala,

ثُمَّ إِنَّكُمْ أَيُّهَا الضَّالُّونَ الْمُكَذِّبُون.َ لآكِلُونَ مِنْ شَجَرٍ مِنْ زَقُّومٍ. فَمَالِئُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ.  فَشَارِبُونَ عَلَيْهِ مِنَ الْحَمِيم. فَشَارِبُونَ شُرْبَ الْهِيم. ِ هَذَا نُزُلُهُمْ يَوْمَ الدِّينِ

“Kemudian sesungguhnya kamu hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqqum, dan akan memenuhi perutmu dengannya. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum. Itulah hidangan untuk mereka pada hari Pembalasan”. (Al Qaqi’ah: 51-56)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

أَذَلِكَ خَيْرٌ نُزُلا أَمْ شَجَرَةُ الزَّقُّومِ. إِنَّا جَعَلْنَاهَا فِتْنَةً لِلظَّالِمِينَ. إِنَّهَا شَجَرَةٌ تَخْرُجُ فِي أَصْلِ الْجَحِيمِ. طَلْعُهَا كَأَنَّهُ رُءُوسُ الشَّيَاطِينِ. فَإِنَّهُمْ لآكِلُونَ مِنْهَا فَمَالِئُونَ مِنْهَا الْبُطُونَ. ثُمَّ إِنَّ لَهُمْ عَلَيْهَا لَشَوْبًا مِنْ حَمِيمٍ

“(Makanan surga) itukah hidangan yang lebih baik ataukah pohon zaqqum, Sesungguhnya Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai siksaan bagi orang-orang yang zalim.  Sesungguhnya dia adalah sebatang pohon yang ke luar dan dasar Neraka yang menyala. mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan. Maka sesungguhnya mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, maka mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu. Kemudian sesudah makan buah pohon zaqqum itu pasti mereka mendapat minuman yang bercampur dengan air yang sangat panas.  (Ash Shaaffaat: 62-67)

Dan di ayat yang lain Allah Subhanahu wata’ala menyatakan,

إِنَّ شَجَرَةَ الزَّقُّومِ. طَعَامُ الأثِيمِ. كَالْمُهْلِ يَغْلِي فِي الْبُطُونِ. كَغَلْيِ الْحَمِيمِ. خُذُوهُ فَاعْتِلُوهُ إِلَى سَوَاءِ الْجَحِيم. ثُمَّ صُبُّوا فَوْقَ رَأْسِهِ مِنْ عَذَابِ الْحَمِيمِ. ذُقْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْكَرِيمُ

“Sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan orang yang banyak berdosa. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang amat panas. Peganglah dia kemudian seretlah dia ke tengah-tengah Neraka. Kemudian tuangkanlah di atas kepalanya siksaan (dari) air yang amat panas.  Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi mulia” (Ad Dukhaan: 43-49)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّ لَدَيْنَا أَنْكَالا وَجَحِيمًا. وَطَعَامًا ذَا غُصَّةٍ وَعَذَابًا أَلِيمًا

“Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan Neraka yang menyala-nyala.  Dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang pedih.” (Al Muzammil: 12-13)

Dan juga Allah Subhanahu wata’ala berfirman, 

لَيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلا مِنْ ضَرِيعٍ. لا يُسْمِنُ وَلا يُغْنِي مِنْ جُوعٍ

“Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (Al Ghaasyiyah: 6-7)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

فَلَيْسَ لَهُ الْيَوْمَ هَا هُنَا حَمِيمٌ. وَلا طَعَامٌ إِلا مِنْ غِسْلِينٍ. لا يَأْكُلُهُ إِلا الْخَاطِئُونَ

“Maka tiada seorang temanpun baginya pada hari ini di sini. Dan tiada (pula) makanan sedikitpun (baginya) kecuali dari darah dan nanah. Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa.” (Al Haaqqah: 35-37)

Maka ingatlah wahai hamba Allah ..!! Hari itu engkau menghadap kepada Allah Subhanahu wata’ala, engkau akan datang dengan dirimu sendjri, akan hilang kerajaanmu, hilang kedudukanmu, hilang harta bendamu, hilang sanak family, hilang keluargamu, engkau datang tanpa pelindung !

Jenis Minuman di Dalam Neraka

Adapun minumannya, dengarkanlah firman Allah Subhanahu wata’ala,

لا يَذُوقُونَ فِيهَا بَرْدًا وَلا شَرَابًا. إِلا حَمِيمًا وَغَسَّاقًا. جَزَاءً وِفَاقًا

“Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain air yang mendidih dan nanah, sebagai pambalasan yang setimpal.” (An Naba’: 24-26)

Dan juga Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَسُقُوا مَاءً حَمِيمًا فَقَطَّعَ أَمْعَاءَهُمْ

“Dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?” (Muhammad: 15)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman, 

هَذَا فَلْيَذُوقُوهُ حَمِيمٌ وَغَسَّاقٌ. وَآخَرُ مِنْ شَكْلِهِ أَزْوَاجٌ

“Inilah (azab Neraka), biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat panas dan air yang sangat dingin. Dan azab yang lain yang serupa itu berbagai macam.” (Shaad: 57-58)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

مِنْ وَرَائِهِ جَهَنَّمُ وَيُسْقَى مِنْ مَاءٍ صَدِيدٍ. يَتَجَرَّعُهُ وَلا يَكَادُ يُسِيغُهُ وَيَأْتِيهِ الْمَوْتُ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ وَمَا هُوَ بِمَيِّتٍ وَمِنْ وَرَائِهِ عَذَابٌ غَلِيظٌ

“Di hadapannya ada Jahannam dan dia akan diberi minuman dengan air nanah, diminumnnya air nanah itu dan hampir dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi dia tidak juga mati, dan dihadapannya masih ada azab yang berat.” (Ibrahim: 16-17)

Dan pada hari itu, wahai hamba Allah!… Penduduk Neraka akan meraung-raung dan meminta supaya diberi minuman. Allah Subhanahu wata’ala menyatakan menggambarkan tentang pedihnya siksaan mereka,

إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا

“Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu Neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (Al Kahfi: 29)

Dan diriwayatkan oleh Ibnul Mubarok, Imam Ahmad, dan Imam At Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani, dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “sesungguhnya air mendidih dalam Neraka itu akan dituangkan di atas kepala-kepala mereka kemudian air tersebut akan menembus mereka sampai masuk ke dalam lambung mereka kemudian akan masuk ke dalamnya secara perlahan-lahan supaya merasakan siksaan, masuk secara perlahan-lahan ke dalam lambungnya kemudian iapun membuat kuah di dalamnya, membuat kuah yang mengalir di kakinya dan itulah As Sahr. Setiap kali ia mendapat kuah tersebut dikembalikan lagi dan mendapat siksaan tersebut.”
Wal ‘iyadzubillah…!!

Pakaian Penghuni Neraka

Adapun pakaian orang yang berada di dalamnya, pakaiana penduduk Neraka, mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala menjaga kita dari pedihnya api Neraka. 
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

تَحْسَبَنَّ اللَّهَ مُخْلِفَ وَعْدِهِ رُسُلَهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ
يَوْمَ تُبَدَّلُ الأرْضُ غَيْرَ الأرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ وَبَرَزُوا لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
وَتَرَى الْمُجْرِمِينَ يَوْمَئِذٍ مُقَرَّنِينَ فِي الأصْفَادِ 
سَرَابِيلُهُمْ مِنْ قَطِرَانٍ وَتَغْشَى وُجُوهَهُمُ النَّارُ
لِيَجْزِيَ اللَّهُ كُلَّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Karena itu janganlah sekali-kali kamu mengira Allah Subhanahu wata’ala akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya; sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala Maha Perkasa, lagi mempunyai pembalasan. (Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan meraka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Dan kamu akan melihat orang-orang yang berdosa pada hari itu diikat bersama-sama dengan belenggu. Pakaian mereka adalah dari pelangkin (ter) dan muka mereka ditutup oleh api Neraka, agar Allah Subhanahu wata’ala memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala Maha cepat hisab-Nya.” (Ibrahim: 47-51)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

فَالَّذِينَ كَفَرُوا قُطِّعَتْ لَهُمْ ثِيَابٌ مِنْ نَارٍ يُصَبُّ مِنْ فَوْقِ رُءُوسِهِمُ الْحَمِيمُ

Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api Neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka). Dan untuk mereka cambuk-cambuk dari besi.  (Al Hajj: 19)

Dan Ibrahim An Nakhai kalau beliau membaca ayat ini beliau berkata, “Subhanallah…! Maha suci Allah yang menciptakan pakaian dari api Neraka”

Besar Tubuh Penghuni Neraka

Adapun besarnya tubuh penghuni Neraka digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam dalam hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Sesungguhnya gigi geraham (dalam riwayat lain: gigi taring) orang kafir besarnya seperti gunung Uhud dan tebal kulitnya perjalanan selama tiga hari.”

Dan di dalam hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Sesunggunya antara dua bahu orang kafir di dalam Neraka jaraknya perjalanan selama tiga hari bagi orang yang melakukan perjalanan cepat.”

Tangisan Penghuni Neraka Meraung-raung, Berteriak, dan Mengiba

Dan jangan disangka cuma itu keadaan mereka, di dalam Neraka mereka akan meraung-raung, menangis dan berteriak dengan teriakan yang keras dan mereka berdoa semoga mereka dikeluarkan tapi tidak bisa keluar. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَالَّذِينَ كَفَرُوا لَهُمْ نَارُ جَهَنَّمَ لا يُقْضَى عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا وَلا يُخَفَّفُ عَنْهُمْ مِنْ عَذَابِهَا كَذَلِكَ نَجْزِي كُلَّ كَفُورٍ
وَهُمْ يَصْطَرِخُونَ فِيهَا رَبَّنَا أَخْرِجْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا غَيْرَ الَّذِي كُنَّا نَعْمَلُ أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ فَذُوقُوا فَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ

“Dan orang-orang kafir bagi mereka Neraka Jahannam. Mereka tidak dibinasakan sehingga mereka mati dan tidak (pula) diringankan dari mereka azabnya. Demikianlah Kami membalas setiap orang yang sangat kafir. Dan mereka berteriak di dalam Neraka itu : “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal yang shalih berlainan dengan yang telah kami kerjakan”. Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? maka rasakanlah (azab Kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun. (Fathir: 36-37)

Dan mereka, wahai hamba Allah Subhanahu wata’ala, berteriak supaya adzabnya diringankan. Allah Subhanahu wata’ala menghikayatkan,

وَقَالَ الَّذِينَ فِي النَّارِ لِخَزَنَةِ جَهَنَّمَ ادْعُوا رَبَّكُمْ يُخَفِّفْ عَنَّا يَوْمًا مِنَ الْعَذَابِ
قَالُوا أَوَ لَمْ تَكُ تَأْتِيكُمْ رُسُلُكُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا بَلَى قَالُوا فَادْعُوا وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلا فِي ضَلالٍ

“Dan orang-orang yang berada dalam Neraka berkata kepada penjaga-penjaga Neraka Jahannam: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya Dia meringankan azab dari kami barang sehari”. Penjaga Jahannam berkata: “Dan apakah belum datang kepada kamu rasul-rasulmu dengan membawa keterangan-keterangan?” Mereka menjawab: “Benar, sudah datang”. Penjaga-penjaga Jahannam berkata: “Berdoalah kamu”. Dan doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka.” (Al Mukmin: 49-50)

Dan juga Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْهَا فَإِنْ عُدْنَا فَإِنَّا ظَالِمُونَ
قَالَ اخْسَئُوا فِيهَا وَلا تُكَلِّمُونِ

“Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim. Allah Subhanahu wata’ala berfirman: “Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku.” (Al Mukminun: 107-108)

Dan ingatlah bahwa pada hari itu penghuni Neraka berteriak minta tolong supaya diberikan minuman kepada penghuni surga. Allah Subhanahu wata’ala menghikayatkan di dalam Al Quran.

وَنَادَى أَصْحَابُ النَّارِ أَصْحَابَ الْجَنَّةِ أَنْ أَفِيضُوا عَلَيْنَا مِنَ الْمَاءِ أَوْ مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَهُمَا عَلَى الْكَافِرِينَ

“Dan penghuni Neraka menyeru penghuni syurga: ” Limpahkanlah kepada kami sedikit air atau makanan yang telah dirizkikan Allah Subhanahu wata’ala kepadamu”. Mereka (penghuni surga) menjawab: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala telah mengharamkan keduanya itu atas orang-orang kafir,” (Al A’raf: 50)

Dan Mereka Ingin Keluar Tetapi Mereka Tidak Bisa Keluar Dari Neraka Tersebut. 
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

وَأَمَّا الَّذِينَ فَسَقُوا فَمَأْوَاهُمُ النَّارُ كُلَّمَا أَرَادُوا أَنْ يَخْرُجُوا مِنْهَا أُعِيدُوا فِيهَا وَقِيلَ لَهُمْ ذُوقُوا عَذَابَ النَّارِ الَّذِي كُنْتُمْ بِهِ تُكَذِّبُونَ

“Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir) maka tempat mereka adalah jahannam. Setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: “Rasakanlah siksa Neraka yang dahulu kamu mendustakannya.” (As Sajdah: 20)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

يَصْلَوْنَهَا يَوْمَ الدِّينِ. وَمَا هُمْ عَنْهَا بِغَائِبِينَ

“Mereka masuk ke dalamnya pada hari pembalasan. Dan mereka sekali-kali tidak dapat keluar dari Neraka itu.” (Infithaar: 15-16)

Dan Mereka Sangat Berharap Mereka Bisa Menebus Diri-Dirinya.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الأرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.” (Ali Imaran: 91)

وَإِنْ تَعْدِلْ كُلَّ عَدْلٍ لا يُؤْخَذْ مِنْهَا أُولَئِكَ الَّذِينَ أُبْسِلُوا بِمَا كَسَبُوا لَهُمْ شَرَابٌ مِنْ حَمِيمٍ وَعَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْفُرُونَ

“Dan jika ia menebus dengan segala macam tebusanpun, niscaya tidak akan diterima itu daripadanya. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam Neraka. Bagi mereka (disediakan) minuman dari air yang sedang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.” (Al An’am: 70)

وَلَوْ أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لافْتَدَوْا بِهِ مِنْ سُوءِ الْعَذَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ

“Dan sekiranya orang-orang yang zalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. Dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah Subhanahu wata’ala yang belum pernah mereka perkirakan.” (Az Zumar: 47)

Siksaan Yang Paling Ringan di Dalam Neraka

Wahai hamba Allah…! Tahukah kita bahwa siksaaan yang paling ringan di dalam Neraka tersebut disebutkan oleh Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, beliau meriwayatkan dari nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “sesunggunya penduduk Neraka yang paling ringan siksaaan adalah orang yang memiliki dua terompah dari Neraka. dua terompah ini dipanaskan, begitu dimasukkan dua kakinya maka akan mendidih otak kepalanya seakan-akan dibuat mendidihnya mirjan. Ia menyangka bahwa tidak ada lagi orang yang lebih berat siksaanya dari dia, padahal ini adalah siksaan yang paling ringan.”
****
Ikhwatal Islam, ikhwatal iman, kaum Muslimin, kaum Mukminin yang dimuliakan Allah Subhanahu wata’ala, inilah api Neraka..! Inilah seuntai dari beberapa kabar tentang api Neraka yang tertera di dalam Al Quran dan As Sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam. Apakah ada dari kita upaya untuk bertaubat dan upaya untuk kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala dan mencabut segala dosa? Sesungguhnya setiap dari kita melakukan kesalahan di muka bumi ini dan tidak dipungkiri
Dan ingatlah wahai hamba Allah!.. Sesungguhnya tidak ada yang bisa menyelamatkan kita dari api Neraka, setelah rahmat Allah Subhanahu wata’ala, kecuali amal shalih kita, dan ketahuilah kita tidak tahu kapan kita akan dijemput oleh ajal secara tiba-tiba.

Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي ضَرًّا وَلا نَفْعًا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ إِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ فَلا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلا يَسْتَقْدِمُونَ

“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah Subhanahu wata’ala”. Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya).” (Yunus: 49)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلا مَتَاعُ الْغُرُورِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari Neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran: 185)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ 

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh,” (An Nisa: 78)

Karena itulah wahai hamba Allah..! Wahai orang-orang yang melampaui batas, wahai orang-orang yang telah menzhalimi dirinya, dan wahai orang-orang yang telah berbuat zhalim kepada Allah Subhanahu wata’ala, tidakkah engkau takut jika menghadap Allah Subhanahu wata’ala dalam keadaan bergelimang dengan dosa, bergelimang dengan penyimpangan kepada Allah Subhanahu wata’ala?

وَلا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأبْصَارُ

“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah Subhanahu wata’ala lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak,” (Ibrahim: 42)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

إِنَّهُ مَنْ يَأْتِ رَبَّهُ مُجْرِمًا فَإِنَّ لَهُ جَهَنَّمَ لا يَمُوتُ فِيهَا وَلا يَحْيَا

Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya Neraka Jahannam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup (Thaahaa: 74)

Dan Allah Subhanahu wata’ala berfirman,

خَاشِعَةً أَبْصَارُهُمْ تَرْهَقُهُمْ ذِلَّةٌ ذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ

“Dalam keadaan mereka menekurkan pandangannya (serta) diliputi kehinaan. Itulah hari yang dahulunya diancamkan kepada mereka (Al Ma’arij: 44)

Karena itulah hendaklah kita membenahi diri dan kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala, menghabiskan waktu kita dengan ketatan dan mengisinya dengan amal shalih, mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata’ala, kita harus habiskan hidup ini sepanjang Allah Subhanahu wata’ala masih memberikan kesempatan-kesempatan untuk bernafas kepada kita dan tidak ada seorangpun yang tahu berapa detak nafasnya dan setiap dari kita akan menghadap kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Maka bersegeralah wahai saudaraku Muslim, wahai saudariku muslimah, sebelum ajal datang menjemput, sebelum datang hari, yang hari itu hanya ada dua golongan orang-orang merugi dan orang-orang yang beruntung. Golongan di dalam Surga dan golongan di dalam Neraka. Golongan yang beristirahat dengan istirahat dengan tenang dan golongan yang dirundung dengan kepedihan dan dan dirundung dengan nestapa.
Karena itu ikhwatifillah, hendaklah kita mengingat kepada Allah Subhanahu wata’ala dan kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala. 

Nasihat Kepada Setiap Wanita

Dan engkau wahai ukhti Muslimah, tidaklah engkau ingat bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam pernah bersabda,

قُمْتُ عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَكَانَ عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا الْمَسَاكِيْنُ وَأَصْحَابُ الْجَدِّ مَحْبُوْسُوْنَ غَيْرَ أَنَّ أَصْحَابَ النَّارِ قَدْ أُمِرَ بِهِمْ إِلَى النَّارِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا النِّسَاءُ 

“Aku berdiri di depan pintu surga, ternyata kebanyakan yang masuk ke dalamnya adalah orang-orang miskin, sementara orang kaya lagi terpandang masih tertahan (untuk dihisab) namun penghuni Neraka telah diperintah untuk masuk ke dalam Neraka, ternyata mayoritas yang masuk ke dalam Neraka adalah kaum wanita.” (HR. Al-Bukhari no. 5196 dan Muslim no. 2736)

Dan di dalam hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Kebanyakan penduduk Neraka adalah Fushshoq. Dan beliau ditanya, ‘Siapakah Fushshoq itu adalah orang-orang fasiq?’ Dia adalah para perempuan.”

Dan dalam hadits Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, Nabi Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا بَعْدُ، قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا

“Ada dua golongan dari penduduk Neraka yang keduanya belum pernah aku lihat, pertama: satu kaum yang memiliki cemeti-cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka menyimpangkan lagi menyelewengkan orang dari kebenaran. Kepala-kepala mereka seperti punuk unta yang miring/condong. Mereka ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wangi surga, padahal wangi surga sudah tercium dari jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” (HR. Muslim no. 5547)

Dan ingatlah wahai sekalian wanita yang tidak sabar akan kehidupan dan senantiasa berkeluh kesah dengan kedukaan dan berkeluh kesah dengan penderitaan dan meraung-raung apabila ia dirundung oleh musibah dan malapetaka. 

Ingatlah bahwa Rasululllah Shallallahu’alaihi wasallam mengingatkan dalam hadits Abu Musa Al Asy’ari yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Perempuan-perempuan yang meraung apabila ditimpa musibah, apabila ia tidak bertaubat maka dia akan dimasukkan ke dalam Neraka. Dia akan berdiri pada hari kiamat dalam keadaan dihiasi dengan pakaian dari timah dan pakaian yang menutupi kepala dan seluruh tubuh dari besi yang panas.

Dan kewajiban bagi kita semua untuk kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala. Setiap dari kita tentu akan kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala dan akan dijemut ajal masuk ke dalam kubur dan akan berdiri di hari kiamat hari yang sangat mengerikan tersebut, dan akan melalui shirath (jembatan) yang terbuat seperti sehelai rambut dan tajamnya lebih tajam dari pedang, jalannya sangat licin dan di bawahnya adalah api Neraka Jahannam yang kalian telah ketahui bagaimana pedihnya siksaan di dalamnya.

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala melindungi kita dari api Neraka dan mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala menjaga kita semua dari pedihnya api Neraka dan memberikan keberuntungan kepada kita di dunia dan di akhirat dan dijadikan segolongan orang -orang yang masuk ke dalam golongan kanan yang menghubi surganya yang penuh kemuliaan dan kenikmatan.

Yaa Allah… jauhkan kami dari api Neraka. Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Tidak seorangpun yang berlindung tujuh kali dari api Neraka kecuali Neraka berkata kepada Allah Subhanahu wata’ala, ‘Ya Allah sesunguhnya si fulan hamba-Mu takut kepadaku maka lindungilah ia dari siksaaan api Neraka yang pedih”.

Demikianlah kaum muslimin yang dimuliakan Allah Subhanahu wata’ala, mudah-mudahan sedikit dari kalimat ini bisa menjadi hentakan bagi kita semua dan bisa melembutkan hati-hati kita yang setiap harinya dibuat keras dengan maksiat dan dibuat keras dengan penyimpangan yang kita saksikan. Mudaha-mudahan Allah Subhanahu wata’ala senantiasa meliputi kita dengan rahmat-Nya dan meliputi dengan naungan-Nya Yang Mulia Lagi Maha Agung.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ.

“Maha Suci Engkau, ya Allah, aku memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku minta ampun dan bertaubat kepada-Mu.” 
walhamdulillahi rabbil ‘alamin.



di sadur dari artikel ceramah ustadz Dzulkarnain
Share:

Recent Posts

Definition List

BTemplates.com

Counter

Pages